Menakar Intlektual Legislatif Dalam Sekandal BERITA ACARA REKOMENDASI Bimsalabim HGU Tebo Indah
Berita acara Rekomendasi: Produk Politik Legislatif yang Menyesatkat
Oleh: Sepriadi
Tebo-Keputusan politik daerah kerap menjadi cermin kualitas nalar para wakil rakyatnya. Di Tebo, wacana "berita acara rekomendasi" yang di gabung oleh DPRD terkait persolan Hak Guna Usaha (HGU) PT. Tebo Indah menimbulkan polemik serius. Alih-alih menghadirkan kejelasan hukum dan arah kebijakan agraria yang berpihak kepada rakyat, dokumen tersebut justru memunculkan kebingungan: apakah ini produk politik, atau sekadar permainan administratif tanpa dasar intelektual yang kuat?
DPRD dan Fungsi Intelektual yang Terlupakan
Sebagai lembaga legislatif, DPRD memiliki tiga fungsi pokok: legislasi, pengawasan, dan anggaran. Dalam konteks pengawasan, dewan semestinya bertindak objektif, berlandaskan kajian hukum dan fakta lapangan yang terverifikasi. Namun dalam kasus PT. Tebo Indah, "berita rekomendasi pencabutan HGU" yang muncul justru memperlihatkan wajah lain dari politik lokal --- sebuah produk yang lahir tanpa disiplin metodologis, tanpa analisis hukum, dan tanpa partisipasi publik.
Pertanyaan publik pun mengemuka: Apakah para anggota dewan benar-benar memahami konsekuensi hukum dari pencabutan HGU? Ataukah mereka hanya terjebak dalam permainan wacana politik yang dikemas dalam istilah "rekomendasi"?
Pencabutan HGU Bukan Urusan Sederhana
Perlu diingat, HGU bukan sekadar "izin pakai lahan". Ia adalah hak atas tanah negara yang diberikan untuk jangka waktu tertentu kepada badan hukum, dengan kewajiban sosial dan batas hukum yang ketat. Pencabutan HGU harus melalui mekanisme resmi: evaluasi oleh Kementerian ATR/BPN, verifikasi lapangan, hingga keputusan administratif dari pemerintah pusat. Maka, rekomendasi DPRD mestinya hanya bersifat pendapat politik --- bukan keputusan hukum yang berdampak langsung.
Jika DPRD menyusun berita rekomendasi tanpa memahami perbedaan antara pendapat politik dan tindakan administratif, maka itu menunjukkan krisis pengetahuan mendasar tentang sistem hukum agraria di Indonesia.
Krisis Nalar Kebijakan
Sekandal berita rekomendasi pencabutan HGU PT. Tebo Indah memperlihatkan tanda-tanda defisit intelektual legislatif. Bukan karena dewan tidak memiliki niat baik, melainkan karena lemahnya basis pengetahuan kebijakan publik yang ilmiah. Di ruang rapat DPRD, argumen kerap lahir dari emosi, bukan data. Dari tekanan politik, bukan kajian hukum. Padahal, sebuah keputusan tentang tanah dan hak rakyat memerlukan kombinasi antara legal reasoning dan moral reasoning. Tanpa itu, setiap rekomendasi hanya menjadi produk retorika --- indah di permukaan, tapi kosong secara substansi.
Berita acara Rekomendasi: Produk Politik yang Menyesatkan
Istilah berita rekomendasi sendiri adalah anomali administratif. Secara hukum, dokumen itu tidak dikenal dalam tata pemerintahan. Ada berita acara rapat, ada rekomendasi komisi atau fraksi, tapi tidak ada istilah gabungan "berita rekomendasi" yang memiliki kekuatan hukum. Penggunaan istilah ini justru mengaburkan tanggung jawab. Ia seolah-olah menjadi bentuk legitimasi politik, padahal secara hukum tidak memiliki dasar.
Publik dan Hak Atas Informasi
Konflik agraria seperti PT. Tebo Indah menyangkut kepentingan masyarakat luas: petani, desa, dan ruang hidup mereka. Karena itu, setiap keputusan DPRD harus dilakukan secara terbuka. Sayangnya, berita rekomendasi pencabutan HGU disusun tanpa proses konsultasi publik yang transparan. Tidak ada forum dengar pendapat, tidak ada risalah resmi yang dibuka ke publik, dan tidak ada kajian independen yang dijadikan rujukan.
Ketertutupan ini menimbulkan dugaan bahwa rekomendasi tersebut lebih bersifat politis ketimbang substantif. DPRD yang seharusnya menjadi pengawas, malah berpotensi menjadi aktor yang memperkeruh situasi --- dengan dalih "mewakili aspirasi rakyat".
Intelektualitas Politik: Antara Moral dan Nalar
Kapasitas intelektual seorang legislator tidak diukur dari gelar akademiknya, tetapi dari sejauh mana ia mampu berpikir jernih dan adil ketika menghadapi konflik kepentingan. Dalam kasus ini, publik justru melihat kemandekan refleksi. Legislator kehilangan kemampuan untuk menimbang antara etika dan politik, antara fakta hukum dan kepentingan kelompok.
Membangun Kembali Wibawa DPRD
Kasus PT. Tebo Indah menjadi momentum penting untuk mengevaluasi kembali kualitas politik daerah. Jika DPRD ingin dihormati, maka keputusannya harus rasional, berbasis hukum, dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas. Masyarakat tidak menuntut kesempurnaan, mereka hanya ingin kejujuran dan logika.
Skandal "Berita acara Rekomendasi" Dalam Persolan HGU PT. Tebo Indah" adalah cermin krisis intelektual dalam tubuh legislatif daerah. Ia memperlihatkan bahwa sebagian wakil rakyat belum mampu membedakan antara fungsi politik dan tanggung jawab hukum. Jika DPRD ingin keluar dari jebakan politik simbolik, maka satu-satunya jalan adalah kembali kepada akal sehat kebijakan --- membaca data, mendengar rakyat, dan menghormati hukum.

Posting Komentar