Sidang Perdana Pengeroyokan yang Menewaskan Anggota Suku Anak Dalam: Suara Keadilan di Ruang Pengadilan Tebo

Table of Contents


Negerijambi.com
 - Suasana ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Tebo pada Rabu siang, 17 September 2025, terasa lebih tegang dari biasanya. Pasalnya, ada sidang perdana perkara pidana pengeroyokan yang merenggut nyawa seorang anggota Suku Anak Dalam (SAD), M. Yani bin Muhammad Arsyad.

Dua terdakwa, NSK dan AW, duduk di kursi pesakitan dengan wajah menunduk. Mereka didampingi penasihat hukum, sementara di hadapan mereka Jaksa Penuntut Umum membacakan dakwaan. Tuduhan yang disampaikan jelas: keduanya diduga turut serta melakukan kekerasan yang berujung pada kematian korban.

Peristiwa yang Mengguncang

Dalam uraian dakwaan, jaksa menjelaskan kejadian bermula pada 21 Mei 2025 di Jalan Asoy RT 08, Desa Bedaro Rampak, Kecamatan Tebo Tengah. Hari itu, M. Yani menjadi sasaran pengeroyokan.

“Terdakwa memukul korban M. Yani dengan tangan dan kayu, setelah sebelumnya korban dipukul oleh Adi Saputra,” ungkap Jaksa di hadapan majelis hakim.

Bukti visum et repertum dari dr. Ayu Novita Sari, RSUD Tebo, memperkuat dakwaan. Korban menderita luka robek di kepala bagian kiri serta sejumlah luka lecet di tubuh dan kaki. Luka-luka tersebut akhirnya merenggut nyawa Yani.

Sorotan Publik karena Menyentuh Suku Anak Dalam

Kasus ini tidak sekadar perkara pidana biasa. Kehilangan satu nyawa dari kelompok Suku Anak Dalam, yang lebih dikenal sebagai Orang Rimba atau Kubu, membuat publik menaruh perhatian lebih besar. SAD adalah komunitas adat yang hidup secara tradisional di pedalaman Jambi. Dengan pola hidup nomaden, mereka menggantungkan hidup dari hutan dan memiliki aturan adat tersendiri.

Bagi banyak aktivis, kasus ini menjadi simbol rapuhnya perlindungan hukum terhadap kelompok minoritas yang kerap terpinggirkan. “Suku Anak Dalam sering dianggap berbeda, padahal mereka sama-sama warga negara yang berhak atas keadilan,” ujar seorang pemerhati adat yang hadir di luar ruang sidang.

Tegas dan Adil

Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Andi Barkan Mardianto, bersama dua hakim anggota, Mohammad Fikri Ichsan dan Rudy M. Pardosi. Sebelum menutup persidangan, Ketua Majelis memberi pernyataan tegas.

“Pengadilan memastikan bahwa seluruh warga negara, termasuk masyarakat adat, memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum. Proses akan berjalan transparan dan adil,” katanya.

Pernyataan itu disambut anggukan sebagian pengunjung. Ada harapan, bahwa meski korban berasal dari kelompok yang kerap terabaikan, hukum tetap berpihak pada kebenaran.

Menanti Lanjutan

Sidang perdana ini baru langkah awal. Agenda berikutnya adalah pemeriksaan saksi-saksi yang diyakini akan membuka lebih banyak fakta tentang peristiwa tragis tersebut.

Bagi keluarga korban dan komunitas Suku Anak Dalam, sidang ini bukan hanya tentang mencari keadilan bagi M. Yani, tetapi juga pengakuan bahwa suara mereka layak didengar di ruang hukum formal.

Di luar gedung pengadilan, sore itu, beberapa perwakilan komunitas adat duduk berkelompok, berdiam dengan wajah murung. Mereka seolah mengirim pesan sederhana: meski hidup mereka jauh dari hiruk-pikuk kota, mereka pun berhak atas perlindungan dan keadilan yang sama.***

Sumber: https://www.dandapala.com/

Posting Komentar