Tragedi di Tengah Kebun Sawit Rimbo Bujang Tebo: Ketika Penjagaan Berujung Petaka

Table of Contents

Pemilik kebun, tersangka penganiayaan terduga pencuri TBS sawit di Rimbo Bujang, Jambi.

Pengintaian Keluarga Berakhir dengan Nyawa Melayang

Di tengah gelapnya kebun kelapa sawit yang sepi di Desa Mekar Kencana, Kecamatan Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo, sebuah insiden tragis mengakhiri hidup seorang pria. Niat awal menjaga kebun dari pencurian buah sawit berakhir menjadi kasus penganiayaan yang kini menyeret seorang warga menjadi tersangka.

Kamis dini hari, 19 Juni 2025, suasana di Jalan Sapat tampak mencekam. Kawasan ini memang dikenal rawan pencurian tandan buah segar (TBS) sawit. Maka tak heran jika sejumlah warga pemilik kebun mulai melakukan penjagaan mandiri. Termasuk keluarga HS, pria yang kini duduk sebagai tersangka utama kasus ini.

Pengakuan Pelaku: Aksi Tunggal di Tengah Malam Gelap

Dalam konferensi pers yang digelar oleh Polres Tebo, Wakapolres Kompol Cahyono Yudi Sumarsono menjelaskan secara rinci kronologi kejadian. HS mengaku melakukan penganiayaan seorang diri tanpa bantuan siapa pun dari pihak keluarga.

“HS mengaku melakukan penganiayaan seorang diri terhadap korban,” ujar Wakapolres kepada awak media. Pernyataan itu disampaikan mewakili Kapolres Tebo, AKBP Triyanto.

Dari Rasa Resah Menjadi Perburuan di Kebun

Aksi ini bermula dari keresahan keluarga HS yang mengaku sering kehilangan buah sawit di kebun mereka. Mereka pun memutuskan melakukan pengintaian secara rutin, terutama pada malam hari.

Pada malam kejadian, dua orang dari keluarga HS—yang juga kakak beradik—berinisiatif melakukan penjagaan. Sekitar pukul 01.00 WIB, mereka mendapati tanda-tanda aktivitas mencurigakan di kebun: lampu senter menyala, dan posisi buah sawit yang berubah.

Teriakan “Maling” Jadi Pemicu Kekacauan

Tanda-tanda tersebut memicu reaksi cepat. HS menghubungi orang tuanya agar datang ke lokasi. Tak lama berselang, sang ayah tiba dan melihat kilatan cahaya di sekitar kebun. Instingnya mengatakan bahwa pencuri tengah beraksi.

Tanpa ragu, sang ayah berteriak, “Maling!” Teriakan itu memecah kesunyian malam, membuat seluruh anggota keluarga berpencar mencari pelaku. Situasi berubah tegang dan tak terkendali.

Pertemuan yang Berujung Maut

Di tengah kegelapan dan suasana mencekam, HS berhadapan langsung dengan seorang pria yang diduga sebagai pencuri. Dalam suasana panik, perkelahian tak terhindarkan.

Dalam pengakuannya kepada polisi, HS menyatakan bahwa ia memukul korban hingga tidak berdaya. Aksi ini dilakukan secara spontan, sebagai reaksi terhadap keberadaan terduga pencuri di kebun keluarganya.

Korban Dilarikan ke Rumah Sakit, Namun Nyawa Tak Tertolong

Setelah korban tak bergerak, HS langsung menghubungi anggota keluarga. Mereka memutuskan membawa korban ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan. Namun, sesampainya di rumah sakit, korban dinyatakan meninggal dunia.

Kematian ini mengubah segalanya. Dari penjagaan kebun, peristiwa tersebut berubah menjadi kasus pidana serius. Polsek Rimbo Bujang bersama Polres Tebo segera melakukan penyelidikan dan pengumpulan bukti.

Konferensi Pers: Fakta dan Perkembangan Penyidikan

Dalam keterangannya, Kompol Cahyono menjelaskan bahwa HS telah ditetapkan sebagai tersangka tunggal. Ia dijerat dengan Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, dengan ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara.

Berkas perkara telah diajukan ke Kejaksaan Negeri Tebo pada tahap pertama (tahap 1), sembari menunggu petunjuk lanjutan dari jaksa. Hingga kini, belum ditemukan indikasi kuat bahwa ada pihak lain yang turut terlibat langsung dalam aksi penganiayaan tersebut.

Barang Bukti Diamankan, Proses Hukum Berjalan

Sejumlah barang bukti telah diamankan dari lokasi kejadian. Meski belum diungkap secara rinci kepada publik, polisi memastikan bahwa bukti tersebut cukup kuat untuk menjerat tersangka secara hukum.

Wakapolres menegaskan bahwa penyidikan masih terbuka dan bisa berkembang. “Kami masih melakukan pendalaman. Jika nantinya ada pihak lain yang terlibat, tentu akan kami tindak sesuai hukum yang berlaku,” ujar Cahyono.

Pesan untuk Masyarakat: Jangan Main Hakim Sendiri

Kompol Cahyono juga mengingatkan masyarakat agar tidak main hakim sendiri dalam menghadapi tindak kejahatan. Ia menekankan pentingnya menyerahkan segala bentuk penanganan kriminal kepada pihak berwenang.

“Serahkan proses hukum kepada kepolisian. Kita akan bekerja secara profesional dan transparan,” tegasnya. Pernyataan ini disampaikan agar masyarakat tetap tenang dan tidak terpancing emosi dalam situasi serupa.

Ketegangan Sosial di Balik Kasus Sawit

Kasus ini mencerminkan ketegangan sosial yang sering terjadi di wilayah perkebunan sawit, terutama di daerah yang minim pengawasan dan rentan pencurian. Banyak warga merasa harus bertindak sendiri untuk menjaga harta mereka, namun batas antara penjagaan dan pelanggaran hukum sangatlah tipis.

Apa yang terjadi di kebun sawit keluarga HS adalah cermin dari kegelisahan masyarakat terhadap keamanan aset mereka. Namun saat nyawa melayang, tanggung jawab hukum pun tak bisa dihindari.

Menunggu Keadilan di Tengah Bayang-Bayang Duka

Kini, HS harus menghadapi proses hukum. Korban telah berpulang, menyisakan duka mendalam bagi keluarganya. Di sisi lain, keluarga HS pun harus menerima kenyataan bahwa anak mereka terjerat hukum.

Kedua keluarga kini berada di dua sisi yang berbeda: satu menuntut keadilan atas kehilangan, yang lain berharap ada pengampunan dari niat yang mulanya ingin menjaga kebun sendiri.

Tragedi Ini Menjadi Pelajaran Bersama

Peristiwa ini menjadi pengingat pahit bahwa tindakan hukum tidak bisa dilakukan secara pribadi. Ketika warga mencoba bertindak tanpa prosedur hukum, maka risikonya bisa sangat besar—bahkan kehilangan nyawa.

Semoga tragedi di tengah kebun sawit ini menjadi pembelajaran penting, bahwa keamanan warga adalah tanggung jawab bersama—dan hukum harus tetap menjadi panglima.***

Posting Komentar