Lawan Pungli! Rio Black Gugat Iuran Komite SMA/SMK Tebo ke Pengadilan Tipikor, Mendapatkan Dukungan Dari Tokoh Pemuda
![]() |
Tokoh Pemuda Kabupaten Tebo, Hafizan Romy Faisal. |
Dugaan pungutan liar berkedok sumbangan komite di sekolah negeri Tebo akhirnya diseret ke meja hijau. Tokoh pemuda ikut mendukung, publik menunggu—apakah praktik ini akan terbongkar habis-habisan?
“Bayar Kalau Mau Dapat Rapor!”
Bisik-bisik itu sudah lama terdengar di kalangan orang tua siswa SMA dan SMK Negeri di Kabupaten Tebo. Mereka dipaksa membayar iuran komite setiap bulan, antara Rp60.000 hingga Rp100.000 per anak. Alasannya? Untuk mendukung kegiatan sekolah. Tapi pada praktiknya, banyak yang merasa dipaksa—bahkan ada cerita siswa tak boleh ikut ujian atau menerima rapor jika orang tuanya tak mampu membayar.
Selama bertahun-tahun, keluhan itu hanya berputar di warung kopi dan grup WhatsApp wali murid. Tak ada yang berani bersuara lantang. Hingga akhirnya seorang pemuda bernama Rio Andika alias Rio Black memutuskan bersuara.
Langkah Nekat Rio Black
Tak hanya mengeluh, Rio membawa masalah ini ke ranah hukum. Melalui LBH Bukit Siguntang, ia mengajukan Citizen Lawsuit ke Pengadilan Tipikor Jambi, menuntut keadilan atas apa yang ia sebut sebagai “pungutan liar berkedok sumbangan komite.”
Dalam perkara bernomor 110/Pdt.G/2025/PN-Jb, Rio dengan tegas meminta:
Audit total seluruh penerimaan uang iuran komite di SMA/SMK Negeri Tebo lima tahun terakhir
Larangan resmi bagi kepala sekolah negeri memungut uang dalam bentuk apa pun
“Ini bukan sekadar uang. Ini tentang hak anak untuk mendapatkan pendidikan gratis tanpa ancaman dan intimidasi,” tegas Rio dalam sidang ketiga yang baru digelar.
Tokoh Pemuda Ikut Angkat Suara
Langkah berani Rio langsung mendapat dukungan. Hafizan Romy Faisal, tokoh pemuda Kabupaten Tebo, ikut mendukung penuh gugatan ini.
“Saya sangat mendukung apa yang dilakukan Rio Black. Kalau benar siswa tak bisa terima rapor karena belum bayar, ini sudah keterlaluan. Sekolah negeri kok jadi seperti bisnis?” tegas Romy, Jumat (17/7/2025).
Romy bahkan mengaku menerima banyak laporan dari orang tua yang merasa diperas. “Mereka takut bicara karena khawatir anaknya dikucilkan di sekolah. Tapi kalau dibiarkan, pungli ini akan jadi tradisi!”
Diam atau Bongkar?
Yang lebih menggelitik, sampai sekarang pihak tergugat belum memberi tanggapan resmi. Proses mediasi masih berjalan, tapi publik sudah menunggu—siapa saja yang akan terseret? Kepala sekolah? Oknum dinas? Atau ada pihak lain yang selama ini menikmati setoran ‘wajib’ tersebut?
Kasus ini sudah menarik perhatian pemerhati pendidikan dan media lokal. Banyak yang berharap ini bukan sekadar gugatan yang “hangat-hangat tahi ayam”, tapi benar-benar jadi momentum membersihkan dunia pendidikan dari praktik kotor yang mengatasnamakan komite sekolah.
Akankah Ini Jadi Akhir dari Pungli Komite?
Rio Black bersikeras tak akan mundur. Baginya, ini bukan sekadar soal iuran ratusan ribu rupiah, tapi soal harga diri dan masa depan generasi muda Tebo.
“Kalau hari ini kita biarkan sekolah negeri memaksa orang tua miskin membayar, besok lusa siapa lagi yang akan dirampas haknya?” pungkas Rio.
Sekarang semua mata tertuju pada Pengadilan Tipikor Jambi. Apakah mereka akan membuka semua borok pungutan komite ini? Atau kasus ini perlahan dilupakan, seperti yang sudah-sudah?.***
Posting Komentar